Mutiara Kaligrafi: *KOMPUTER PEMBUNUH*

0
681

โœ’โœุฎุท๐Ÿ–ฅ๏ธ๐Ÿ“–โœ๏ธ๐Ÿ”ธ

Mutiara Kaligrafi:

“Komputer Pembunuh”.

Oleh: Didin Sirojuddin Ar

ุงู„ุฎุทู‘ู ูƒุงุฆูู†ูŒ ุญู™ู‰ู‘ูŒ ุฅุฐุง ุฏุฎู™ู„ ุงู„ูƒู™ู…ู’ุจููˆุชู™ุฑู’ู…ุงุชู™

_”Kaligrafi adalah sosok yang hidup dinamis. Apabila masuk *MESIN KOMPUTER,* matilah dia.”_
(Mus’ad Khudhir Al-Bursaid, Mesir)

โ€ข Kaligrafi digital sangat diperlukan, bahkan harus dikembangkan untuk mengikuti dinamika perkembangan zaman yang serba komputer. Namun, kaligrafi hakikatnya adalah “hasil olah kreasi” yang melibatkan jemari tangan dengan instrumen alat tulis kalam, kuas, tinta, cat, dan media lauh. Itu pun berkait dengan kerja-kerja kreatif yang dimulai dari seni memotong kalam, sampai analogi ukuran atau besaran huruf dan tipis-tebal, tegak-miring, tinggi-rendah, sampai lengkungan dan cara mengkomposisinya. Menurut pandangan ini, kaligrafi hasil kerja komputer (tanpa kerja-kerja kreatif di atas) adalah “kaligrafi yang tidak hidup”.
Khudhir hanya mengingatkan bahwa kaligrafi hasil goresan tangan lebih unggul. Agaknya, seperti keunggulan batik tulis dari batik printing di Indonesia. Sama dengan ajakan Kamil Al-Baba (Lebanon), agar kita lebih bersungguh-sungguh menangkap fungsi-fungsi kaligrafi sebagai medium ekspresi. Ia mengingatkan sebuah “tragedi” di Dunia Arab, ketika tulisan tangan dioper fungsi oleh mesin ketik dan alat-alat cetak elektronik. Al-Baba hanya ingin mengingatkan, bahwa tulisan tangan masih diperlukan dan harus dilestarikan di tengah riuhnya iming-iming mesin tulis yang lebih simpel dan asal pencet.
Alhamdulillah kita, tentu saja, tidak perlu khawatir. Seni kaligrafi hasil goresan jemari tangan kini semakin berkembang. ๐Ÿ”นโœ๏ธ