Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi di era digital ini, Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki tingkat penetrasi internet yang cukup tinggi di kawasan negara berkembang dan sudah berperan aktif dalam berbagai sektor, salah satunya di sektor keuangan. Dengan adanya inovasi baru entitas keuangan digital seperti E-wallet, payment gateway, paylater, qris, crowdfunding, fintech lending, dan e-money, proses transaksi online jauh lebih mudah. Namun disisi lain, muncul beberapa permasalahan yang cukup serius yaitu maraknya hoaks dan framing informasi yang menyebabkan kepercayaan konsumen terhadap prosedur keuangan digital menurun.
Hoaks yang sering muncul saat ini seperti investasi bodong, informasi palsu, promosi palsu, bahkan berita palsu soal kebangkrutan yang mengatas namakan lembaga tertentu. Sudah banyak kasus ini disebar luaskan secara masif melalui media sosial misalnya, sempat beredar informasi palsu tentang “Program Bantuan BPJS 2024 Sebesar Rp 25 Triliun untuk Masyarakat di Seluruh Indonesia” sehingga masyarakat terpancing untuk mengklik tautan berbahaya tersebut. Modus ini, Tidak hanya membodohi para peggununa saja, tetapi juga merusak reputasi Perusahaan/Instansi yang bersangkutan.
Dari tahun 2017 sampai dengan 31 Juli 2024 Satgas telah memblokir 10.890 entitas keuangan online illegal. entitas tersebut di blokir dikarenakan mereka menyebarkan informasi yang dibuat seakan-akan terlihat benar dan meyakinkan. Ini adalah bentuk lain dari framing dengan menyusun cerita agar tampak bisa dipercaya, padahal menyesatkan.
Saat ini framing sudah menjadi perangkat utama untuk mendukung berita hoaks. Misalnya ada beberapa bias media yang memberi dan mengangkat informasi dari sisi negatif seperti investasi kripto dirangkai secara emosional seolah-olah semua bentuk entitas digital tidak aman. Fenomena tersebut bisa menimbulkan panik selling, deflasi pasar, bahkan Fenomena ini menimbulkan kerugian bagi investor ritel dengan tingkat literasi keuangan yang rendah. Tidak hanya itu, beberapa kelompok tertentu menggunakan framing untuk mendiskreditkan pesaing atau mempromosikan layanan keuangan mereka secara tidak etis.
Di Indonesia masih banyak masyarakat yang mengakses produk keuangan berbasis digital yang kurang akan pemahaman cukup. Hal ini membuat pengguna rentan terhadap berita hoaks dan framing yang misinformasi. Tidak semua masyarakat Indonesia mempunyai pengetahuan tentang digital atau literasi keuangan yang memadai. Tentu hal ini merupakan tantangan besar bagi Indonesia. Untuk menjawab tantangan tersebut perlu kesadaran dan kolaborasi dari berbagai pihak seperti kolaborasi antara regulator, pelaku industrri, media, dan masyarakat. Untuk menangani entitas illegal, saat ini pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan sudah menginisiasi Satuan Tugas Waspada Investasi. Tentunya Langkah ini perlu dibekali dengan edukasi yang lebih masif.
Untuk itu diperlukan beberapa langkah ampuh untuk mengatasi permasalahan diatas diantaranya:
Edukasi dari pihak yang terkait
salah satunya yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang melakukan kerja sama dari berbagai lapisan masyarakat seperti guru, dosen, pegawai negeri sipil, polisi dan lain sebagainya. Jika memungkinan, bentuk nyata dari edukasi ini dilaksanakan menjadi program rutin bulanan bahkan mingguan.
Edukasi sejak dini
mulai dari jenjang Taman Kanak (TK) – Perguruan Tinggi perlu menanamkan pengetahuan tentang literasi keuangan digital. Misalnya dalam metode pembelajaran, seorang Guru bisa membuat suasana belajar yang aplikatif artinya bisa bermain sambil belajar.
Peran keluarga sangat penting
Keluarga adalah orang yang paling dekat di setiap individu manusia, oleh karena itu peran keluarga sangat penting untuk membentuk pola pikir lingkungan keluarga yang bijak dan kritis dalam menerima sebuah informasi. Hal ini, dalam sebuah keluarga harus membiasakan sikap dan pola pemikiran yang positif.
Dapat disimpulkan bahwa hoaks dan framing informasi adalah tantangan sekaligus masalah besar dalam ekosistem keuangan digital di Indonesia. Bukan hanya menyesatkan opini publik, akan tetapi juga bisa menganggu stabilitas keuangan dan merugikan banyak orang. Cara yang paling ampuh adalah meningkatkan literasi digital dan literasi keuangan tujuannya untuk membangun kepercayaan dan menjaga kesehatan ekosistem keuangan digital di Indonesia.

Penulis: Ramadayani (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Sultan Syarif Kasim Riau)